Rabu, 20 Februari 2013

STRUKTUR ORGANISASI



BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Seperti kita ketahui bersama, semakin besar suatu organisasi, semakin banyak pula jumlah personil atau tenaga kerja manusia yang dibutuhkan, serta semakin banyak pula jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil organisasi, semakin kecil tenaga manusia yang dibutuhkan dan semakin sedikit jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan. Kelangsungan hidup sebuah organisasi sebenarnya berkaitan erat dengan proses perilaku manusianya yang dapat memperkuat roh atau jiwa bagi kedinamisan sebuah struktur organisasi.
Gibson menyatakan bahwa struktur organisasi merupakan pola formal kegiatan dan hubungan di antara berbagai sub-unit dalam sebuah organisasi. Menurut pandangan Gibson, kita dapat melihat struktur organisasi sebagai : a)bagan dari susunan kotak-kotak yang berarti struktur yang bersifat statis. b)hubungan kegiatan yang merupakan struktur yang besifat dinamis.
Fungsi struktur dalam sebuah organisasi adalah memberikan informasi kepada seluruh manusia yang menjadi anggotanya untuk mengetahui kegiatan atau pekerjaan yang harus ia kerjakan, berkonsultasi atau bertanggung jawab kepada siapa, sehingga proses kerjasama menuju pencapaian tujuan organisasi dapat terwujud sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya.

B. Batasan Masalah
1.  Bagaimana bentuk struktur organisasi…?
2.  Bagaimana level struktur organisasi…?
3.  Bagaimana Elemen-elemen Struktur Organisasi…?
BAB II
PEMBAHASAN


A.  Struktur Organisasi
Berdasarkan pola hubungan kerja dan aktivitas, wewenang serta tanggungjawab, maka bentuk-bentuk organisasi dibedakan sebagai berikut
1.  Struktur Organisasi Lini
Organisasi bentuk garis di ciptakan oleh Henry Fayol. Pada struktur organisasi ini, wewenang dari atasan disalurkan secara vertikal kepada bawahan. Begitu juga sebaliknya, pertanggungjawaban dari bawahan secara langsung di tujukan kepada ataan yang memberi perintah. Umumnya organisasi yang memakai struktur ini adalah organisasi yang masih kecil, jumlah karyawannya sedikit dan spesialisasi kerjanya masih sederhana.

2.  Struktur Organisasi Fungsional
Struktur organisasi fungsional diciptakan oleh F.W.Taylor. Struktur ini berawal dari konsep adanya pimpinan yang tidak mempunyai bawahan yang jelas dan setiap atasan mempunyai wewenang memberi perintah kepada setiap bawahan, sepanjang ada hubunganya dengan fungsi atasan tersebut. Setiap pegawai mempunyai pengawas lebih dari satu orang atasan yang berberda-beda.

3.  Struktur Oranisasi Garis dan Staf
Struktur organisasi ini merupakan struktur organisasi gabungan yang di kembangkan oleh Harrington Emerson. Struktur ini umumnya di gunakan oleh organisasi yang besar, daerah kerja luas, bidang tugas yang beraneka ragam dan jumlah bawahan yang banyak sehingga pimpinan tidak bisa bekerja sendiri, melainkan memerlukan bantuan staf. Staf adalorang ahli dalam bidang tertentu yang bertugas memberi nasihat dan saran kepada pimpinan dalam organisasi tersebut.

4.  Struktur Organisasi Fungsional dan Staf
Struktur organisasi ini merupakan gabungan dari bermacam-macam struktur organisasi. Dengan memakai sistem gabungan ini  di mungkinkan memilih, yang menguntungkan di pakai yang merugikan di tinggalkan.
  
B. Level Struktur Organisasi
Kendati organisasi adalah satu, tetapi jika dikaitkan dengan masalah struktur, sesungguhnya terdiri atas sekurangnya 3 lapisan atau 3 level. Level-level tersebut memiliki fungsi yang berbeda satu sama lain tetapi saling berhubungan atau bergantung. Menurut Mullins, level-level tersebut adalah : 
1.  Technical level terkait dengan operasional kerja yang spesifik dan seolah terpisah-pisah, yang dicirikan dengan pekerjaan-pekerjaan yang benar-benar bersifat fisik sehubungan dengan tugas apa yang harus diselesaikan. Pekerjaan ini membutuhkan keahlian berbeda dari masing-masing pekerja. Misalnya produksi barang di suatu perusahaan, proses administrasi pelayanan publik di kantor-kantor pemerintahan, atau guru yang mengajar mata pelajaran tertentu di suatu sekolah.
2.  Managerial level (level organisasi) terkait dengan upaya pengkoordinasian dan pengintegrasian pekerjaan dari level teknis. Kerja yang seolah terpisah di  level teknis, diselaraskan dan dikoordinasikan oleh level manajerial. Keputusan-keputusan yang dibuat di level manajerial berhubungan dengan sumber daya yang dibutuhkan agar level teknis dapat menjalankan pekerjaannya secara maksimal.
3.  Community level terkait dengan tujuan umum dan kerja organisasi secara keseluruhan. Keputusan-keputusan yang dibuat di community level tinimbang berdasarkan kerja seperti apa yang harus dilakukan organisasi serta pembangunan organisasi dalam hubungannya dengan agen-agen eksternal dan lingkungan sosial yang lebih luas. Community level juga menjadi mediator antara level teknis dengan level manajerial.

C. Elemen-Elemen Struktur Organisasi
Elemen-elemen struktur organisasi adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat manajer hendak menyusun struktur organisasi. Stephen P. Robbins mengidentifikasi elemen-elemen tersebut sebagai berikut :
1.  Spesialisasi Kerja. Inti dari spesialisasi kerja adalah bahwa seluruh pekerjaan di dalam organisasi tidak dikerjakan oleh satu orang melainkan dipecah ke dalam sejumlah langkah yang masing-masing dipegang oleh orang berbeda. Pada suatu organisasi, tugas-tugas mungkin membutuhkan skill yang tinggi, tetapi tugas lainnya mungkin dapat dikerjakan bahkan oleh pekerja yang tidak terlatih.
2.  Departementalisasi. Tatkala seorang manajer membagi pekerjaan lewat spesialisasi kerja, manajer tersebut perlu mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang serupa sehingga pekerja dapat bekerja secara bersama. Pengelompokan ini disebut departementalisasi. Cara yang paling umum dalam konteks departementalisasi adalah lewat fungsi yang dilakukan. Misalnya, manajer manufaktur mengorganisasi pabriknya dengan memisahkan bagian rekayasa, akunting, manufaktur, personil, dan pembelian. Kelima jenis pekerjaan ini masing-masing dikelompokkan ke dalam departemen yang serupa. Sebuah rumah sakit memiliki departemen penelitian, pelayanan pasien, akuntansi, dan sejenisnya. Departementalisasi juga berimbas pada efisiensi dengan menempatkan orang dengan keahlian dan kecenderungan yang sama di satu tempat.
3.  Rantai Komando. Rantai komando adalah garis komando yang tidak putus yang menghubungkan seluruh anggota di dalan suatu organisasi. Rantai komando menentukan siapa melapor atau bertanggung jawab kepada siapa. Rantai ini punya 2 prinsip dasar : (1) Kesatuan komando dan (2) Prinsip skala.
4.  Lingkup Kendali. Lingkup kendali adalah berapa banyak bawahan yang dapat diatur oleh seorang manajer secara efektif dan efisien. Lingkup kendali sangat penting karena menentukan tingkatan struktur dan berapa orang manajer yang dibutuhkan sebuah organisasi. Semakin luas lingkupnya, semakin efisien organisasi tersebut.
5.  Sentralisasi dan Desentralisasi. Sentralisasi mengacu pada derajat mana pembuatan keputusan dikonsentrasikan pada satu titik dalam organisasi. Sentralisasi juga berlaku tatkala manajemen puncak membuat keputusan kunci organisasi dengan sedikit atau bahkan tanpa masukan dari tingkatan yang lebih rendah. Sebaliknya, jika level lebih bawah diberi kesempatan untuk memberi masukan bagi pengambilan keputusan atau bahkan diberi kewenangan untuk membuat keputusan maka disebut kondisi desentralisasi.
6.  Formalisasi. Formalisasi mengacu pada derajat mana pekerjaan dalam suatu organisasi dibakukan. Jika pekerjaan dibakukan secara tinggi, maka pemegang pekerjaan sama sekali tidak boleh menyalahi prosedur pekerjaan guna menyelesaikan pekerjaan.

 
BAB III
PENUTUP


A.  Simpulan
1.  Struktur Organisasi Lini, Struktur Organisasi Fungsional, Struktur Oranisasi Garis dan Staf, Struktur Organisasi Fungsional dan Staf
2.  Menurut Mullins, level-level tersebut adalah :  (1) Technical Level, (2) Managerial Level, dan (3) Community Level.
3.  Stephen P. Robbins mengidentifikasi elemen-elemen tersebut sebagai : (1) spesialisasi kerja, (2) departementalisasi, (3) rantai komando, (4) lingkup kendali, (5) sentralisasi dan desentralisasi, dan (6) formalisasi.

B. Saran
Sebagai manusia yang tidak pernah lepasa dari kesalahan, tentu saja dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki.
Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca, serta dosen pengajar demi kelayakan makalah ini dan berbesar hati memaafkan kekurangan dan kesalah penulis dalam makalah ini



DAFTAR PUSTAKA


Makmur, H. 2007. Patologi Serta Terapinya dalam Ilmu Administrasi dan Organisasi. Bandung : PT. Refika Aditama.

Sutarto, Dasar-dasar organisasi - Cet.18 - Yogyakarta Gajah Mada University Press, 1998
http://buyatthelegend.blogspot.com/2012/08/pengertian-struktur-organisasi.html

Wikipedia.org (Matrix Organization)

http:abhymujahidmuda.blogspot.com?2012/08/jeni-jenis-struktur organisasi.html


Minggu, 17 Februari 2013

Analisis Perputaran Persediaan Barang



A. Persediaan Barang
Setiap perusahaan, baik itu perusahaan dagang ataupun perusahaan industry selalu mengadakan persediaan barang. Persediaan barang seringkali merupakan bagian yang sangat besar dari keseluruhan aktiva lancer yang dimiliki perusahaan. Meskipun demikian, jumlah dan persentasenya berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain.
Menurtu Eddy Herjanto persediaan adalah barang atau bahan yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan mesin.
Menurtu Ikatan Akuntansi Indonesia persediaan adalah aktiva :
1.    Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
2.    Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan
3.    Dalam bentuk bahan atau perlengkapan  untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Jadi dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah sejumlah barang baik dalam bentuk bahan atau perlengkapan yang merupakan pos harta lancer pada suatu saat tertentu dengan maksud untuk dijual kembali baik secara langsung maupun melalui proses produksi dalam siklus operasi normal perusahaan.




B. Jenis-Jenis Persediaan Barang.
Penggolongan persediaan bagi masing-masing persediaan sangat dipengaruhi oleh sifat dan jenis usaha perusahaan yang bersangkutan. Bagi perusahaan dagang yang kegiatannya membeli dan menjual kembali barang-barang, persediaan yang dimiliki dikelompokan kedalam :
1.    Persediaan berupa barang-barang yang dimiliki dengan tujuan untuk dijual kembali dimasa mendatang.
2.    Lain-lain persediaan, biasanya berupa barang-barang yang akan dipakai dalam jangka waktu relative pendek. Misalnya : perlengkapan kantor dan alat-alat pembungkus.
Sedangkan dalam perusahaan industry, aktivitas perusahaan meliputi kegiatan proses produksi yang mengubah bahan baku atau mentah menjadi barang jadi, dimana proses produksi merupakan kegiatan yang menambah nilai guna suatu barang. Sehingga seluruh barang yang dimiliki perusahaan pada saat tertentu  dengan tujuan untuk dijual dan dikonsumsikan dalam proses produksi merupakan persediaan barang.
Menurut Eddy Herjanto persediaan yang ada pada industry “persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, bahan dalam proses, barang jadi maupun suku cadang.
Bahan baku adalah bahan-bahan yang digunakan dalam aktivitas proses produksi, yang merupakan bagian terbesar yang terkandung dalam produk yang dihasilkan. Dalam proses industry dibutuhkan pula bahan penolong yang menjadi bagian dari produksi tetapi jumlahnya relative kecil.
Barang dalam proses adalah barang-barang yang ada pada akhir tahun buku belum selesai dikerjakan dan masih memerlukan pengerjaan lebih lanjut. Persediaan barang jadi merupakan hasil produksi yang sudah selesai dan siap di pasarkan.


C. Tingkat Perputaran Persediaan Barang
Berdasarkan pendapat para ahli ( Munawir dan Garisson ) dapat disimpulkan bahwa tingkat perputaran persediaan barang adalah lamanya waktu rata-rata barang tertahan dalam perusahaan sebelum penjualan atau berapa kali persediaan tersebut diganti dalam arti dibeli atau dijual kembali atau jumlah hari rata-rata barang di simpan digudang dalam satu priode sebelum barang yang bersangkutan dijual.

D. Rasio Perputaran Persediaan Barang
Untuk menghitung tingkat perputaran persediaan suatu barang antara perusahaan dagang dengan industry berbeda, karena perusahaan industry mempunyai tiga jenis persediaan, yaitu : persediaan barang jadi, persediaan barang dalam proses dan persediaan bahan mentah. Sedangkan untuk perusahaan dagang hanya mempunyai persediaan barang jadi saja.

Senin, 11 Februari 2013

MAKALAH Etika Moral dan Akhlak

BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Pendidikan Islam pada intinya adalah sebagai wahana pembentukan manusia yang bermoralitas tinggi. Di dalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.
Berkaitan dengan pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan terpisah dari keimanan, dalam al-Qur'an juga sering dijelaskan bahwa setelah ada pernyataan “orang-orang yang beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal saleh.” Dengan kata lain amal saleh sebagai manifestasi dari akhlak merupakan perwujudan dari keimanan seseorang. Pemahaman moralitas dalam bahasa aslinya dikenal dengan dua istilah yaitu al-akhlaq al-karimah dan al-akhlaq al-mahmudah. Keduanya memiliki pemahaman yang sama yaitu akhlak yang terpuji dan mulia, semua perilaku baik, terpuji, dan mulia yang diridlai Allah.
Satu masalah sosial/kemasyarakatan yang harus mendapat perhatian kita bersama dan perlu ditanggulangi dewasa ini ialah tentang kemerosotan akhlak atau dekadensi moral.
Di samping kemajuan teknologi akibat adanya era globalisasi, kita melihat pula arus kemorosotan akhlak yang semakin melanda di kalangan sebagian pemuda-pemuda kita. Dalam surat-surat kabar sering kali kita membaca berita tentang perkelahian pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat bius, minuman keras, penjambret yang dilakukan oleh anak-anak yang berusia belasan tahun, meningkatnya kasus-kasus kehamilan dikalangan remaja putrid dan lain sebagainya.
Hal tersebut adalah merupakan suatu masalah  yang dihadapi masyarakat yang kini semakin marak, Oleh kerena itu persoalan remaja seyogyanya mendapatkan perhatian yang serius dan terfokus untuk mengarahkan remaja ke arah yang lebih positif,  yang titik beratnya untuk terciptanya suatu sistem dalam menanggulangi kemerosotan akhlak dan moral dikalangan remaja.

B. Batasan Masalah
Dalam makalah ini penulis membatasi permasalaha yang akan disajikan dimana hanya mencakup tentang :
1.    Bagaimana Konsep dan Pengertian Akhlak…?
2.    Bagaimana Konsep dan Pengertian Moral…?
3.    Bagaiaman Konsep dan Pengertian Etika…?
4.    Bagaimana Pentingnya Akhlak...?
C. Tujuan
Pada batasan masalah yang ada, maka penulis dapat mengambil sebuah sinopsis bahwa tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk Mengetahui Pengertian dan perbedaan dari akhlak, etika, dan moral











BAB II
PEMBAHASAN



A.  Konsep dan Pengertian Akhlak
Secara linguistik atau bahasa, akhlak   berasal dari bahasa arab yakni  khuluqun    yang menurut loghat diartikan:   budi  pekerti,perangai,   tingkah   laku   atau   tabiat.   Kalimat   tersebut   mengandung   segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.
Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari.
Secara garis besar, akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak baik (akhlak al-karimah) dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Yang termasuk akhlak baik misalnya seperti berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan, amanah, dan lain sebagainya. Sedangkan, yang termasuk akhlak buruk adalah seperti berbuat dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir, curang, dan lain sebagainya.
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabiat, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk. Rasulullah saw bersabda: " Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagai mana tersebut diatas tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.

B. Konsep dan Pengertian Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral adalah hal-hal yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.
Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

C. Konsep dan Pengertian Etika
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika membahasa tentang tingkah laku manusia.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.
Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut baik dan buruk .
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

Adapun Jenis-jenis  Etika adalah sebagai berikut:
1.    Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
Ada  dua sifat etika, yaitu:
a.    Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b.    Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif, dimana  etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.
2.    Etika Teologis
Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.

D. Pentingnya Akhlak
Pentingnya akhlak secara substansinya tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :
1.    Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2.    Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, atau gila.
3.    Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.
4.    Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Pentingnya akhlak juga termuat dalam Al-Qur’an

Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat maruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. An-nisa: 114).
Selain dalam Al-Qur’an juga terdapat dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “‘Sesungguhnya aku Muhammad s.a.w. tidak diutus melainkan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”.













BAB III
PENUTUP



A.  Simpulan
Adapun simpulan yang dapat ditarik dari makalah ini yaitu :
1.    Secara garis besar, akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak baik (akhlak al-karimah) dan akhlak yang buruk (akhlak madzmumah). Yang termasuk akhlak baik misalnya seperti berbuat adil, jujur, sabar, pemaaf, dermawan, amanah, dan lain sebagainya. Sedangkan, yang termasuk akhlak buruk adalah seperti berbuat dhalim, berdusta, pemarah, pendendam, kikir, curang, dan lain sebagainya.
2.    Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
3.    Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
B. Saran
Sebagai manusia yang tidak pernah lepasa dari kesalahan, tentu saja dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki.
Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca, serta dosen pengajar demi kelayakan makalah ini dan berbesar hati memaafkan kekurangan dan kesalah penulis dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA


Ihsan Muhammad, 2005, Terjemahan Pengantar Study Ilmu Hadist, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
Halimuddin, 2005, Terjemahan Ilmu Ushul Fikih, PT Asli Mahasatya, Jakarta
Team Dosen Al Azhar, 2007, Materi Tarbiyah, STIS Al-Azhar, Makassar.
Ilyas dan Ahmad, 2005, Kebebasan Dalam Islam, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.




albumQ

albumQ
Takbir Azzam