BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat
madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Allah SWT
memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’
ayat 15:
Sesungguhnya
bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua
buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
“Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu
kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang
Maha Pengampun”.
Masyarakat madani atau civil society
secara umum bisa diartikan sebagai suatu masyarakat atau institusi sosial yang
memiliki ciri-ciri antara lain : kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan
menolong satu sama lain, dan menjunjung tinggi norma dan etika yang disepakati
secara bersama-sama. Sebenarnya masyarakat madani secara substansial sudah ada
sejak zaman Aristoteles, yakni suatu masyarakat
yang dipimpin dan tunduk pada hukum. Penguasa, rakyat dan siapapun harus
taat dan patuh pada hukum yang telah dibuat secara bersama-sama. Bagi
Aristoteles, siapapun bisa memimpin negara secara bergiliran dengan syarat ia
bisa berbuat adil. Dan keadilan baru bisa ditegakkan apabila setiap tindakan
didasarkan pada hukum. Jadi hukum merupakan ikatan moral yang bisa membimbing
manusia agar senantiasa berbuat adil. Dalam mendefinisikan masyarakat madani
ini sangat tergantung pada kondisi sosio-kultural suatu bangsa, karena
bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan bangunan yang lahir dari
sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat. Sebagai
titik tolak, disini akan dikemukakan beberapa definisi masyarakat madani dari
berbagai pakar yang menganalisa dan mengkaji fenomena masyarakat madani ini:
Menurut
Zbigniew Rau,
masyarakat madani merupakan suatu masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang
mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung,
bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Ruang ini
timbul di antara hubungan-hubungan yang merupakan hasil komitmen keluarga dan
hubungan-hubungan yang menyangkut kewajiban mereka terhadap negara. Lebih
tegasnya terdapat ruang hidup dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan
integritas sistem nilai yang harus ada dalam masyarakat madani, yakni
individualisme, pasar dan pluralisme.
Menurut
Han Sung-joo,
masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin
hak-hak dasar individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari negara, suatu
ruang pablik yang mampu mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga negara
yang mampu mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui
norma-norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk
serta pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalamnya.
Menurut
Kim Sunhyuk,
masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang
secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang
secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan-satuan dasar dari
reproduksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam
ruang publik, guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan
kepentingan-kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan
yang mandiri.
Gellner
(1995:2) menyatakan
bahwa masyarakat madani akan terwujud manakala terjadi tatanan masyarakat yang
harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan.
Masyarakat madani menurut Rahardjo seperti yang dikutip Nurhadi (1999: 9) ialah
masyarakat yang beradab. Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep
civil society juga berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun
Nabi Muhammad SAW pada tahun 622M.
Hall
(1998: 1) menyatakan bahwa
masyarakat madani identik dengan civil society, artinya suatu gagasan,
angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat terejawantahkan ke
dalam kehidupan sosial. Dalam masyarakat madani, pelaku sosial akan berpegang
teguh pada peradaban dan kemanusiaan.
Hefner
(1998: 16-20) menyatakan
bahwa masyarakat madani merupakan masyarakat modern yang bercirikan kebebasan
dan demokratisasi dalam berinteraksi di masyarakat yang semakin plural dan
heterogen.
Istilah
madani menurut Munawir (1997: 1320)
sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata
kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun. Kemudian berubah
istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang
bersifat sipil atau perdata.
Gellner
seperti yang dikutip Mahasin (1995: ix) menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan
bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari
bahasa Latin yaitu civitas dei yang artinya kota Illahi dan society yang
berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang
berarti peradaban. Oleh sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai
komunitas masyarakat kota yakni masyarakat yang telah berperadaban maju.
B.
Karakteristik Masyarakat Madani
Ada
beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1.
Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam
masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
2.
Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam
masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3.
Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan
program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
4.
Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan
organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap
keputusan-keputusan pemerintah.
5.
Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-rejim
totaliter.
6. Meluasnya
kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya
pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai
ragam perspektif.
8.
Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama,
yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang
mengatur kehidupan sosial.
9. Damai,
artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara
kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10.
Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat
mengurangi kebebasannya.
11.
Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah
diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh
aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13.
Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan
terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat
manusia.
14.
Berakhlak mulia.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Masyarakat Madani Dalam Sistem Islam
Ada beberapa ciri-ciri masyarakat madani dalam sistem
islam yaitu :
Ciri pokok yang pertama adalah persaudaraan sebagai mana yang tercantum dalam
Al-Qur’an Surah Al-Hujurat ayat 10 “Orang-orang beriman itu
sesungguhnya bersaudara…” dalam ayat tersebut mengintaakan kita kembali bahwa
kita di ciptakan oleh dzat yang sama, yaitu Allah SWT,serta mengingatkan kita
pada sebuah perkataan bahwa Seorang mukmin dengan mukmin yang lain
laksana bagian satu bangunan yang saling mengokohkan bagian bangunan yang lain.
Sehingga dalam masyarakat Islam yang bersendikan
persaudaraan itu, para anggotanya harus
hidup saling membantu satu sama lain, saling tolong menolong dan saling mengulurkan tangan dalam
kondisi apaun baik itu susah maupun senang. Karena mereka disatukan oleh satu
aqidah, persaudaraan demikian disebut dengan ukhuwah Islamiyah sehingga dengan
konsep tersebut dapat dilihat akan terciptanya masyarakat madani yang
memunculkan islam indonesia secara syamil dan kaffah.
Ciri pokok yang kedua adalah persamaan dimana
Konsep persamaan yang menjadi ciri pokok dalam masyarakat Islam menunjuk pada
kensep hukum yang menunjuk makna kesamaan kedudukan sebagi mana yang dijelaskan
dalam Al-Qur’an surah Al-Hujuraat ayat 13 “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal” sehingga pada ayat tersebut kita bisa mengabil sebuat ibroh
bahwa kedudukan manusia terhadap sang pencipta itu sama, yang membedakannya
hanyalah ketaqwaan mereka terhadap Allah SWT.
Ciri pokok yang ketiga adalah Toleransi merupakan sikap
atau perbuatan yang dapat membiarkan
atau menghargai pendirian, pendapat dan
perbuatan orang lain, sekalipun tidak sama dengan pendirian dan pendapat
sendiri. Rumusan ini menyangkut toleransi sosial yang artinya hal-hal yang
berbaur dengan pergaulan dengan masyarakat yang lain. Mengenai toleransi agama,
perumusannya harus diubah, sebab toleransi agama berhubungan dengan aqidah, keyakinan. Aqidah
harus dijaga kemurniannya. Aqidah Islamiyah adalah iman yang bernafaskan Tauhid
yang murni sebagaimana yang dirumuskan dalam Al-Qur an Surah Al-Kafirun ayat 6 "Bagimu agamamu dan bagiku agamaku
". Dalam hal ini perlu dipahami bahwa Allah tidak melarang untuk
melakukan interaksi dengan masyarakat yang berbeda keyakinan.
Beberapa ciri yang
lain yaitu menganjurkan berbuat baik mencegah berbuat jahat, ciri
yang lain adalah musyawarah dan menegakkan keadilan serta adil.
B. Islam Indonesia Dalam Tatanan Masyarakat
Madani
Diantara
cita-cita bangsa Indonesia diera reformasi adalah ingin membangun suatu masyarakat
madani ala Indonesia yang bernuansa islami yang memberikan kedamaian tiap
penjuruh wilayah indonesia yang jauh dari permasalahan dan konflik. Oleh sebab
itu diperlukan adanya islam indonesia yang berada dalam jalur masyarakat
madani, sehingga untuk membentuk kesatuan tersebuat harus merujuk ke dalam
hal-hal yang penting diantaranya :
1.
Terpenuhinya
kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal
sosial (socail capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan
tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan relasi sosial antar
kelompok.
3.
Tidak adanya
diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya
akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
4.
Adanya hak,
kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk
terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan
publik dapat dikembangkan.
5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat
serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
6.
Terselenggaranya
sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan
sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara
jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan
komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa landasan tesebut maka islam indonesia yang berada dalam tatanan masyarakat
madani hanya akan berhenti pada struktur
ungkapan saja. Masyarakat madani akan terjerumus pada masyarakat sipilisme
yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar
hak azasi manusia.
C. Pembentukan Masyarakat Islam Indonesia
Perujukan
terhadap masyarakat Madinah sebagai tipikal masyarakat ideal bukan pada
peniruan struktur masyarakatnya, tapi pada sifat-sifat yang menghiasi
masyarakat ideal ini. Seperti
pelaksanaan pendidikan yang baik serta bernuansa islam sehingga konsep
masyarakat madani merupakan tuntutan baru yang memerlukan berbagai torobosan di
dalam berpikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan.
Dengan kata lain, dalam menghadapi perubahan
masyarakat dan zaman, diperlukan suatu paradigma baru di dalam menghadapi
tuntutan-tuntutan yang baru, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi
dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan akan
memenuhi kegagalan terobosan pemikiran kembali konsep dasar
pembaharuan pendidikan Islam menuju masyarakat madani adalah sebuah pemikiraan
baru yang sangat diperlukan, karena pendidikan
yang berasaskan islam merupakan sarana terbaik yang didisain untuk menciptakan
suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akan kehilangan ikatan dengan
tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidak menjadi bodoh secara
intelektual atau terbelakang dalam pendidikan mereka atau tidak menyadari
adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia.
Jadi
berdasarkan pemaparan diatas dapat ditarik sebuah benang merah bahwa salah satu
cara pembentukan masyarakat islam indonesia dalam tatanan masyarakat madani
adalah dengan adanya pendidikan yang bersistem islam. Jadi, dapat dikatakan
bahwa konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu
sebagai upaya "mencerdaskan" semata melainkan sejalan dengan konsep
Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. Maka pendidikan Islam sebagai
suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang
hakekat keberadaan manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya
untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah
dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia,
sebagai bentuk perbedaan secara nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar